LIPUTAN ONE

test banner SELAMAT DATANG DI WEBSITE "LIPUTAN ONE"

Dua Perayaan HPN 2025: Cerminan Dualisme yang Mengkhawatirkan

Oleh: Desrimaiyanto/ Anto (Pemimpin umum Relasi Publik. Com

Hari Pers Nasional (HPN) merupakan ajang refleksi dan perayaan bagi insan pers Indonesia. Sebagai salah satu pilar demokrasi, pers memiliki peran strategis dalam menjaga kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi yang objektif kepada masyarakat. Namun, perayaan HPN 2025 justru mencerminkan perpecahan yang terjadi dalam tubuh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan adanya dua lokasi perayaan: Pekanbaru, Riau, dan Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Perpecahan ini tentu menjadi ironi bagi dunia pers. Di satu sisi, pers dituntut untuk menjaga independensi dan menjadi pemersatu bangsa, tetapi di sisi lain, mereka sendiri masih menghadapi dualisme kepemimpinan yang belum terselesaikan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar: bagaimana insan pers dapat menjalankan perannya sebagai pengawas kebijakan publik secara objektif jika di internal mereka sendiri masih terjadi ketidakharmonisan?

Ancaman terhadap Kredibilitas dan Independensi Pers

Dalam dunia jurnalistik, perbedaan pandangan adalah hal yang wajar. Namun, ketika perbedaan tersebut berkembang menjadi konflik berkepanjangan yang berujung pada fragmentasi organisasi, kepercayaan publik terhadap pers bisa terancam. Alih-alih menjadi simbol persatuan, HPN 2025 justru menggambarkan adanya kepentingan kelompok yang lebih diutamakan dibandingkan kepentingan bersama.

Dualisme ini juga berisiko menimbulkan pertanyaan mengenai independensi pers. Apakah perpecahan ini murni karena perbedaan visi di dalam PWI, atau ada faktor eksternal yang turut memperkeruh keadaan? Jika dunia pers tidak mampu menyelesaikan masalah internalnya sendiri, maka publik dapat meragukan objektivitas mereka dalam menyampaikan informasi yang adil dan berimbang.

Dampak Jangka Panjang bagi Dunia Jurnalistik

Perpecahan dalam tubuh PWI tidak hanya berdampak pada organisasi itu sendiri, tetapi juga pada ekosistem pers secara keseluruhan. Ada beberapa konsekuensi yang patut dikhawatirkan:

1. Menurunnya Kepercayaan Publik

Pers seharusnya menjadi pilar demokrasi yang dapat diandalkan dalam mengawasi jalannya pemerintahan. Jika pers sendiri terpecah, bagaimana mereka bisa memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang objektif dan akurat?

2. Melemahnya Solidaritas Insan Pers

HPN biasanya menjadi wadah bagi para wartawan untuk membangun jaringan, berdiskusi, dan mencari solusi bersama atas tantangan dunia jurnalistik. Dengan adanya dua perayaan yang berbeda, kesempatan untuk memperkuat solidaritas bisa hilang, yang pada akhirnya melemahkan posisi pers sebagai satu entitas yang solid.

3. Ancaman terhadap Masa Depan Organisasi Pers

Jika dualisme ini terus berlanjut tanpa penyelesaian, bukan tidak mungkin akan muncul perpecahan lebih lanjut di dalam dunia pers. Organisasi yang terpecah akan sulit untuk beradaptasi dengan perubahan zaman dan menghadapi tantangan digitalisasi media yang semakin kompleks.

Langkah Menuju Persatuan

Untuk mengatasi krisis ini, insan pers harus kembali pada nilai-nilai dasar profesi mereka: menjunjung tinggi kebenaran, menjaga integritas, dan mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan kelompok. Beberapa langkah konkret yang perlu segera dilakukan meliputi:

Rekonsiliasi Internal di PWI

Konflik ini harus diselesaikan melalui dialog yang terbuka dan transparan. Jika perlu, pihak ketiga yang independen dapat menjadi mediator dalam mencari solusi terbaik.

Komitmen terhadap Etika Jurnalistik

Insan pers harus menunjukkan bahwa mereka lebih besar daripada konflik internal. Profesionalisme dalam pemberitaan dan netralitas dalam berorganisasi harus tetap dijaga agar kepercayaan publik terhadap media tidak semakin luntur.

Menjadikan HPN sebagai Momentum Persatuan

HPN seharusnya tetap menjadi ajang refleksi dan solidaritas, bukan simbol perpecahan. Jika konflik ini tidak segera diselesaikan, bukan tidak mungkin perayaan serupa akan terus terpecah di tahun-tahun mendatang, yang pada akhirnya hanya akan merugikan dunia jurnalistik itu sendiri.

Posting Komentar

0 Komentar