LIPUTAN ONE

test banner SELAMAT DATANG DI WEBSITE "LIPUTAN ONE"

RSUD Simeulue dalam Badai Kontroversi: Dugaan Penyimpangan Anggaran dan Krisis Obat

 


LIPUTANONE.CO.ID - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Simeulue kini berada dalam sorotan publik akibat krisis obat-obatan, utang yang membengkak, serta dugaan penyimpangan anggaran. Kejanggalan semakin terlihat ketika anggaran rumah sakit justru dialihkan ke pengadaan barang-barang yang bukan prioritas utama, seperti lemari pembeku mayat dan peralatan lain yang menelan anggaran miliaran rupiah.

Rabu-12/03/2025.


Masyarakat dan DPRK Simeulue mempertanyakan transparansi penggunaan dana BLUD, terutama setelah utang rumah sakit melonjak drastis dari Rp5 miliar pada Oktober 2024 menjadi Rp16 miliar hanya dalam beberapa bulan. Sementara itu, stok obat esensial semakin menipis sejak November 2024, menyebabkan banyak pasien kecewa dan kesulitan mendapatkan pengobatan.Banyak pasien yang datang dari pelosok desa dengan susah payah, berharap mendapatkan pengobatan, namun setelah menunggu antrian berjam-jam, mereka justru pulang dengan tangan kosong karena obat yang mereka butuhkan tidak tersedia.


“Kami datang jauh-jauh dari kampung, berharap mendapatkan obat untuk penyakit kami. Tapi setelah menunggu sejak pagi, ternyata obatnya tidak ada. Bagaimana nasib kami yang tidak punya uang lebih untuk membeli obat di luar rumah sakit?” ujar seorang pasien dengan wajah kecewa.


Dugaan Intervensi dan Pergantian Plt Direktur yang Berulang Kali

Selain persoalan anggaran, publik juga menyoroti kebijakan pergantian Pelaksana Tugas (Plt) Direktur RSUD Simeulue yang dilakukan secara berulang kali dalam kurun waktu yang sangat singkat. Hal ini menimbulkan dugaan adanya kepentingan tertentu atau upaya menyembunyikan sesuatu di balik kebijakan tersebut.

Menurut narasumber dari rumah sakit yang tidak mau disebutkan namanya, pergantian Plt Direktur secara terus-menerus dilakukan setelah isu pengadaan barang bukan prioritas mencuat ke publik.


“Begitu media mengetahui banyak barang-barang yang bukan prioritas dibelanjakan dari dana BLUD oleh Plt Direktur yang menjabat selama tiga bulan lebih kurang, keesokan harinya Pj Bupati langsung datang dan mengadakan apel mendadak di rumah sakit. Saat apel, kami dilarang mengambil foto, video, maupun merekam suara. Pj Bupati marah-marah karena persoalan ini telah dipublikasikan. Selang beberapa hari kemudian, Direktur definitif dr. Effie kembali dinonaktifkan dan posisi Plt Direktur kembali diisi orang lain dengan alasan untuk mempermudah pemeriksaan pihak APIP. Ini sangat mencurigakan. Semoga semua bisa segera terungkap mana yang salah dan mana yang benar,” ungkapnya.


“Setelah kami berjuang menghadapi masyarakat yang protes kekurangan obat Hemodialisis (HD), setelah situasi aman dan obat sudah dipesan serta dibayarkan, tiba-tiba dr. Effie digeser lagi. Seolah-olah semasa beliau menjabat tidak ada yang benar. Kasihan Ibu Effie, terus menjadi tumbal kepentingan penguasa,” tambahnya.

Banyak pihak mendesak agar BPK, APIP, dan APH segera mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di balik kebijakan pergantian Plt Direktur yang dinilai tidak wajar ini.

Klaim BPJS Masuk, Tapi Utang RSUD Malah Naik


Laporan keuangan RSUD Simeulue menunjukkan bahwa setiap bulan rumah sakit menerima klaim pembayaran dari BPJS Kesehatan. Namun, meskipun dana ini masuk, utang ke distributor farmasi dan pemasok lainnya tetap membengkak.

Berikut adalah aliran masuk klaim BPJS berdasarkan laporan keuangan RSUD Simeulue :

11 Oktober 2024 – Klaim BPJS untuk bulan Agustus sebesar Rp3,5 miliar masuk ke rekening RSUD. Namun, pencairan tertunda karena peralihan SK KPA dari Pj Bupati ke Kabid Penunjang.


18 Oktober 2024 – Plt. Direktur RSUD Simeulue ditunjuk, tetapi dalam periode 11-18 Oktober tidak ada transaksi pembayaran, termasuk untuk jasa medis dan tagihan obat.

22 November 2024 – Klaim BPJS untuk bulan September sebesar Rp3,3 miliar masuk.

18 Desember 2024 – Klaim BPJS untuk bulan Oktober sebesar Rp3,99 miliar masuk.

30 Desember 2024 – Klaim BPJS untuk Januari-Juni 2024 sebesar Rp1,6 miliar dicairkan, dengan Rp800 juta dialokasikan untuk jasa pelayan medis.



Meskipun klaim BPJS terus masuk, utang ke distributor farmasi tetap tidak dilunasi sepenuhnya, menyebabkan penghentian suplai obat sejak November 2024. Hal ini semakin menguatkan dugaan adanya pengalihan anggaran ke sektor lain yang tidak sesuai dengan kebutuhan prioritas rumah sakit.

Sementara Masyarakat Simeulue Menuntut Transparansi dalam pengelolaan RSUD Simeulue. Kini, publik menunggu langkah tegas dari pihak terkait untuk menindaklanjuti hasil RDP DPRK Simeulue dan memastikan bahwa pengelolaan keuangan RSUD kembali transparan serta bertanggung jawab jika ada dugaan pelanggaran agar APH dapat menindak lebih lanjut dan memanggil pihak-pihak yang terkait tanpa terkecuali.



(R)

Posting Komentar

0 Komentar